Sabtu, 20 April 2013

Kecepatan Reaksi


KECEPATAN REAKSI

Bahan kimia terdapat banyak sekali macamnya. Semua bahan kimia tersebut dapat dikelompok sesuai sifatnya masing-masing. Salah satu sifat bahan kimia ada bahan kimia yang mudah berekasi dan ada juga yang sulit bereaksi.
Dalam suatu reaksi kimia terdapat perbedaan laju reaksi antara reaksi yang satu dengan reaksi yang lain. Misalnya ketika membakar kertas, reaksi berlangsung cepat sedangkan reaksi pembakaran minyak bumi memakan waktu yang sangat lama. Dari hal ini dapat diketahui bahwa reaksi kimia memiliki laju reaksi yang berbeda.
Laju reaksi sangat penting untuk dipelajari karena dengan mengetahui laju reaksi dan mengetahui hal-hal yang mempengaruhinya dapat menerapkannya dalam kehidupan. Misalnya dalam kegiatan industri, dengan mengetahui laju reaksi dapat membuat produksi lebih terkendali sehingga didapat jumlah produk dalam jangka waktu yang bisa diperhitungkan.
Oleh karena itu, percobaan ini dilakukan agar mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi laju reaksi serta mengetahui bagaimana reaksi kimia berlangsung dan berapa laju reaksinya.
Tujuan dari percobaan ini adalah menghitung konstanta kecepatan reaksi dan menentukan nilai orde reaksi dari penyabunan etil asetat.
Kecepatan reaksi adalah banyaknya mol/liter suatu zat yang dapat berubah menjadi zat lain dalam setiap satuan waktu. Laju reaksi atau kecepatan reaksi menyatakan banyaknya reaksi kimia yang berlangsung per satuan waktu. Laju reaksi menyatakan molaritas zat terlarut dalam reaksi yang dihasilkan tiap detik reaksi. Perkaratan besi merupakan contoh reaksi kimia yang berlangsung lambat, sedangkan peledakan mesiu atau kembang api adalah contoh reaksi yang cepat.
 
Penentuan laju reaksi dapat dilakukan dengan cara fisika atau kimia.Dengan cara fisika, penentuan konsentrasinya dilakukan secara tidak langsung yaitu berdasarkan sifat-sifat fisis campuran yang dipengaruhi oleh konsentrasi campuran,misalnya daya hantar listrik, tekanan (untuk reaksi gas). Adsorpsi cahaya dan lainnya.Penentuan secara kimia dilakukan dengan menghentikan reaksi secara tiba-tiba(reaksi dibekukan). Setelah selang waktu tertentu, kemudian konsentrasinyaditentukan dngan metode analisis kimia.Dalam laju reaksi dikenal juga laju reaksi sesat, yaitu laju reaksi rata-ratayang dihitung dalam selang waktu yang berbeda-beda dan diperlukan perhitunganlaju reaksi yang berlaku dalam setiap saat. Lajureaksi juga dapat ditentukan melaluicara grafik. Laju reaksi sesaat merupkan gradient dari kurva antara waktu dengan perubahan konsentrasi pada selang waktu tertentu. Oleh karena itu, terdapat suatu bilangan tetap yang merupakan angka faktor perkalian terhadap konsentrasi yangdisebut sebagai tetapan laju reaksi (K). dengan demikian, laju reaksi sesaat secaraumum dapat dinyatakan sebagai :Laju reaksi ≈ K [Konsentrasi Zat]

Persamaan Laju Reaksi dan Orde reaksi
Reaksi kimia:
A2 + B2 → 2 AB
Persamaan laju reaksi: V = k [A2]x[B2]y
Dimana:       V = laju reaksi (Ms-1)
                     k = konstanta laju reaksi
                     [A2] = konsentrasi zat A (M)
                     [B2] = konsentrasi zat B (M)
                     x = orde reaksi zat A
                     y = orde reaksi zat B
                     x + y = orde reaksi total

Orde reaksi:
Salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi adalah konsentrasi, namun seberapa cepat hal ini terjadi? Menemukan orde reaksi merupakan salah satu cara memperkirakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi mempengaruhi laju reaksi tertentu.
Orde reaksi atau tingkat reaksi terhadap suatu komponen merupakan pangkat dari konsentrasi komponen tersebut dalam hukum laju. Sebagai contoh, v = k [A]m [B]n, bila m=1 kita katakan bahwa reaksi tersebut adalah orde pertama terhadap A. Jika n=3, reaksi tersebut orde ketiga terhadap B. Orde total adalah jumlah orde semua komponen dalam persamaan laju: n + m + ... Pangkat m dan n ditentukan dari data eksperimen, biasanya harganya kecil dan tidak selalu sama dengan koefisien a dan b. Hal ini berarti, tidak ada hubungan antara jumlah pereaksi dan koefisien reaksi dengan orde reaksi.
Secara garis besar, beberapa macam orde reaksi diuraikan sebagai berikut:

1.     Orde reaksi 0
Reaksi dikatakan berorde nol terhadap salah satu pereaksinya apabila perubahan konsentrasi pereaksi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Artinya, asalkan terdapat dalam jumlah tertentu, perubahan konsentrasi pereaksi itu tidak mempengaruhi laju reaksi.
Persamaan reaksi yang berorde 0 : V = k [A]0
orde reaksi 0

2.     Orde reaksi 1 : laju reaksi berbanding lurus dengan konsentrasi pereaksi
Jika konsentrasi dinaikkan dua kali, maka laju reaksinya pun akan dua kali lebih cepat dari semula, dst.
Persamaan laju reaksi: V = k [A]

gmbar3

3.     Orde reaksi 2: Pada reaksi orde dua, kenaikan laju reaski akan sebanding dengan kenaikan konsentrasi pereaksi pangkat dua. Bila konsentrasi pereaksi dinaikkan dua kali maka laju reaksinya akan naik menjadi empat kali lipat dari semula.
Persamaan laju reaksi : V = k [A]1 [B]1 ; V = k [A]2 ; V = k [B]2

gmbar4 

Dengan demikian, jika konsentrasi suatu zat dinaikkan a kali, maka laju reaksinya menjadi b kali; sehingga orde reaksi terhadap zat tersebut adalah: ax=b dimana x = orde reaksi

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi 
1.     Pengaruh Konsentrasi Terhadap Laju Reaksi
Telah diuraikan dalam teori tumbukan, perubahan jumlah molekul pereaksi dapat berpengaruh pada laju suatu reaksi. Kita telah tahu bahwa jumlah mol spesi zat terlarut dalam 1 liter larutan dinamakan konsentrasi molar. Bila konsentrasi pereaksi diperbesar dalam suatu reaksi, berarti kerapatannya bertambah dan akan memperbanyak kemungkinan tabrakan sehingga akan mempercepat laju reaksi. Karena persamaan laju reaksi didefinisikan dalam bentuk konsentrsi reaktan maka dengan naiknya konsentrasi maka naik pula kecepatan reaksinya. Artinya semakin tinggi konsentrasi maka semakin banyak molekul reaktan yang tersedia dengan demikian kemungkinan bertumbukan akan semakin banyak juga sehingga kecepatan reaksi meningkat.

2.   Pengaruh Luas Permukaan Terhadap Laju Reaksi
Reaksi yang berlangsung dalam system homogeny sangat berbeda dengan reaksi yang berlangsung dalam system heterogen. Hal ini dapat mempercepat berlangsungnya reaksi kimia karena molekul-molekul ini dapat bersentuhan satu sama lainnya. Dalam system heterogen, reaksi hanya berlangsung pada bidang-bidang perbatasan dan pada bidang-bidang yang bersentuhan dari kedua fase.
Reaksi kimia dapat berlangsung jika molekul-molekul, atom-atom atau ion-ion dari zat-zat yang bereaksi terlebih dahulu bertumbukkan. Makin luas suatu zat maka makin luas permukaannya sehingga makin besar kemungkinan bereaksi dan makin cepat reaksi itu berlangsung. Sebagai contoh reaksi heterogen adalah logam zink dengan larutan asam klorida. Laju reaksi selain dipengaruhi oleh konsentrasi asam klorida juga dipengaruhi oleh kondisi logam zink. Dalam jumlah (massa) yang sama butiran logam zink akan bereaksi lebih lambat dari pada serbuk zink. Reaksi terjadi antara molekul-molekul asam klorida dalam larutan dengan atom-atom zink yang bersentuhan dengan asam klorida. Pada butiran zink, atom-atom zink yang bersentuhan dengan asam klorida lebih sedikit dari pada serbuk zink, sebab atom-atom zink yang bersentuhan hanya atom zink yang berada di permukaan butiran. Akan tetapi bila butiran zink dipisah menjadi butiran-butiran kecil atau menjadi serbuk, maka atom-atom zink yang semula didalam akan berada di permukaan dan terdapat lebih banyak atom zink yang secara bersamaan bereaksi dengan larutan asam klorida. Dengan menggunakan teori tumbukkan dapat dijelaskan bahwa swmakin luas permukaan zat padat semakin banyak tempat terjadinya tumbukkan atar partikel zat yang bereaksi.

3.   Pengaruh Suhu Terhadap Laju Reaksi
Umumnya kenaikan suhu mempercepat reaksi, dan sebaliknya penurunan suhu memperlambat reaksi. Laju reaksi kimia bertambah dengan naiknya suhu. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Ingat, laju reaksi ditentukan oleh jumlah tumbukan. Jika suhu dinaikkan, maka kalor yang diberikan akan menambah energi kinetik partikel pereaksi. Sehingga pergerakan partikel-partikel pereaksi makin cepat, makin cepat pergerakan partikel akan menyebabkan terjadinya tumbukan antar zat pereaksi makin banyak, sehingga reaksi makin cepat.
Umumnya kenaikan suhu sebesar 100˚C menyebabkan kenaikan laju reaksi sebesar dua sampai tiga kali. Kenaikan laju reaksi ini dapat dijelaskan dari gerak molekulnya. Molekul-molekul dalam suatu zat kimia selalu bergerak-gerak. Oleh karena itu, kemungkinan terjadi tabrakan antar molekul yang ada. Tetapi tabrakan itu belum berdampak apa-apa bila energi yang dimiliki oleh molekul-molekul itu tidak cukup untuk menghasilkan tabrakan yang efektif. Kita telah tahu bahwa, energi yang diperlukan untuk menghasilkan tabrakan yang efektif atau untuk menghasilkan suatu reaksi disebut energi pengaktifan. Energi kinetik molekul-molekul tidak sama. Ada yang besar dan ada yang kecil. Oleh karena itu, pada suhu tertentu ada molekul-molekul yang bertabrakan secara efektif dan ada yang bertabrakan secara tidak efektif. Dengan perkataan lain, ada tabrakan yang menghasilkan reaksi kimia ada yang tidak menghasilkan reaksi kimia. Meningkatkan suhu reaksi berarti menambahkan energi. Energi diserap oleh molekul-molekul sehingga energi kinetik molekul menjadi lebih besar. Akibatnya, molekul-molekul bergerak lebih cepat dan tabrakan dengan dampak benturan yang lebih besar makin sering terjadi. Dengan demikian, benturan antar molekul yang mempunyai energi kinetik yang cukup tinggi itu menyebabkan reaksi kimia juga makin banyak terjadi. Hal ini berarti bahwa laju reaksi makin tinggi.
Kenaikan suhu reaksi mengakibatkan bertambahnya energy kinetic molekul-molekul pereaksi sehingga energy kinetiknya melebihi harga energy aktivasi. Oleh karena itu, reaksi akan berlangsung lebih cepat. Alasan kenaikan suhu suatu reaksi menyebabkan nilai aktivasi menjadi turun dijelaskan oleh Svante Arrhenius dengan menggunakan persamaan hubungan suhu dengan energy aktivasi.






Gerakan partikel pada suhu tinggi(kiri) akan lebih cepat daripada suhu yang rendah(kanan).
Kesimpulan Arrhenius dapat digambarkan dalam bentuk grafik berikut.










            Grafik yang menunjukkan bahwa kenaikan suhu berbanding terbalik dengan energy aktivasi.

4.   Pengaruh Katalis Terhadap Laju Reaksi
Beberapa reaksi kimia yang berlangsung lambat dapat dipercepat dengan menambahkan suatu zat kedalamnya, tetapi zat tersebut setelah reaksi selesai ternyata tidak berubah. Misalnya pada peruraian kalium klorat untuk menghasilkan gas oksigen.


Reaksi berlangsung pada suhu tinggi dan berjalan lambat, tetapi dengan penambahan Kristal MnO2 kedalamnya ternyata reaksi akan dapat berlangsung dengan lebih cepat pada suhu yang lebih rendah. Setelah semua KClO3 terurai ternyata MnO2 masih tetap ada (tidak berubah). Dalam reaksi tersebut MnO2 disebut sebagai katalisator.
Katalisator adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi, tanpa dirinya mengalami perubahan yang kekal. Suatu katalisator mungkin akan terlibat dalam proses reaksi atau mengalami perubahan selama reaksi berlangsung, tetapi setelah reaksi itu selesai maka katalisator akan diperoleh kembali dalam jumlah yang sama. Katalisator mempercepat reaksi dengan cara mengubah jalannya reaksi.
Jalur reaksi yang ditempuh tersebut mempunyai energi aktivasi yang lebihrendah dari pada jalur reaksi yang biasa ditempuh. Jadi dapat dikatakan bahwa katalisator berperan dalam menurunkan energi aktivasi. Ada dua cara yangdilakukan katalisator dalam mempercepat reaksi kimia :

A.    Pembentukan senyawa
Umumnya reaksi berjalan lambat bila energi aktivasi suatu reaksi terlalu tinggi. Agar reaksi dapat berlangsung cepat, maka dapat dilakukan dengan cara menurunkan energi aktivasi. Utnuk menurunkan energi aktivasidapat dilakukan dengan cara mencari senyawa antara lain yang berenergi lebih rendah. Fungsi katalis dalam hal ini mengubah jalannya reaksi sehingga diperoleh senyawa antara yang energinya relative rendah. Katalisator homogen adalah katalisator yang mempunyai fase yang sama dengan zat pereaksi yang dikatalis.
B.Adsorpsi
Proses katalisasi dengan cara adsorpsi umumnya dilakukan oleh katalisator homogen, yaitu katalisator yang fasenya tidak sama dengan fase zat yang dikatalis. Pada proses adsorpsi, molekul-molekul pereaksi akan teradsorpsi pada permukaan katalisator, dengan terserapnya pereaksi di permukaan katalisator mengakibatkan zat-zat pereaksi terkonsentrasi dipermukaan katalisator dan ini akan mempercepat reaksi. Kemungkinan yang lain, karena pereaksi-pereaksi teradsorpsi di permukaan katalisator akan dapat menimbulkan gaya tarik antar molekul yang bereaksi, dan ini menyebabkan molekul-molekul tersebut menjadi reaktif.
Agar katalisator tersebut berlangsung efektif, katalisator tidak boleh mengadsorpsi zat hasil reaksi dan dengan demikian permukaan logam akan segera ditempati oleh molekul baru. Bila zat pereaksi atau pengotor teradsorpsi dengan kuat oleh katalisator menyebabkan permukaan katalis menjadi ridak aktif. Dalam keadaan demikian, katalisator dikatakan teracuni dan ini akan menghambat reaksi. Contoh katalis adsorpsi adalah nikel pada pembuatan margarin.










Dari grafik tersebut, kita dapat membandingkan dua energi energy aktivasi, yaitu dengan aktivasi dengan katalis dan aktivasi tanpa katalis. Aktivasi dengan katalis lebih kecil dibandingkan dengan aktivasi tanpa katalis. Semakin kecil nilai aktivasi akan semakin cepat menghasilkan zat hasil reaksi (laju reaksi makin cepat).

Teori Tumbukan dan Energi Aktivasi
            Suatu reaksi imia dapat berlangsung apabila terjadi interaksi antara molekul-molekul pereaksi atau terjadi tumbukkan antara molekul-molekul pereaksi. Namun tidak semua tumbukan antar molekul pereaksi akan menghasilkan zat hasil reaksi. Hanya tumbukkan efektif yang akan menghasilkan zat hasil reaksi. Keefektifan suatu tumbukan bergantung pada posisi molekul dan energy kinetic yang dimilikinya.
            Dalam reaksi kimia dikenal dengan istilah energy aktivasi (energy pengaktifan) yaitu energy kinetic minimum yang harus dimiliki molekul-molekul pereaksi agar tumbukkan antarmolekul menghasilkan zat hasil reaksi. Agar lebih jelasnya amati diagram berikut!













Agar N2O dan NO bereaksi, dibutuhkan energy minimal sebesar 209 kJ, sedangkan agar reaksi N2O dan N2 dapat balik lagi menjadi N2O dan NO memerlukan energy sebesar 348 kJ. Sebagai tambahan, pada saat puncak energy semua atom dari N2O dan NO bergabung sebelum terurai lagi menjadi produk (hasil reaksi), tahap ini disebut tahap transisi.
            Teori tumbukan dan energy aktivasi berguna untuk menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi. Laju suatu reaksi kimia dapat dipercepat dengan cara memperbesar harga energy kinetic molekul atau menurunkan harga energy aktivasi.

Penyabunan (Saponifikasi) Etil asetat
Saponifikasi merupakan proses hidrolisis basa terhadap lemak
dan minyak, dan reaksi saponifikasi bukan merupakan reaksi kesetimbangan. Hasil mula-mula dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya bersifat basa. Setelah campuran diasamkan, karboksilat berubah menjadi asam karboksilat.
Produknya, sabun yang terdiri dari garam asam-asam lemak. Fungsi sabun dalam keanekaragaman cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air untuk membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif. Sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran.
Untuk memberikan gambaran bahwa reaksi penyabunan etilasetat oleh ion hidroksi adalah orde dua yaitu reaksi dibawah ini :

CH3COOC2H5   +   OH-       →        CH3COO-   +   C2H5OH
t = 0                 a                    b                                      -                       -
x                    x                                      x                       x
t = t              (a-x)               (b-x)                                   x                       x

Reaksi bimolekuler tingkat dua dapat dinyatakan sebagai berikut :

    A       +       B            →           hasil-hasil
t = 0        a                  b                           0
t = t       a – x           b – x                     x

Dimana :
a = konsentrasi awal ester (mol/L)
b = konsentrasi awal ion OH- (mol/L)
x = jumlah mol/L ester atau basa yang telah bereaksi
k2 = tetapan laju reaksi (mmol-1.menit-1)

Menurut Hukum Kegiatan Massa, kecepatan reaksi pada temperatur tetap, berbanding lurus dengan konsentrasi pengikut-pengikutnya dan masing-masing berpangkat sebanyak molekul dalam persamaan reaksi.


Orde reaksi 1 :
A   →  hasil
Rate = k1.CA.
Orde reaksi 2 :
2A → hasil
Rate = k2. CA2.
A + B  → hasil
Rate  = k2.CA.CB
Orde reaksi 3 :
A + 2B → hasil
Rate = k3.CA.CB2.
2A + B → hasil
Rate = k3.CA2.CB.

Secara teori reaksi pada proses saponifikasi etil asetat memiliki orde 2. Untuk membuktikannya dapat digunakan metode sebagai berikut:
1.      Metode integral grafik
Pertama-tama dicari data konsentrasi salah satu zat yang tersisa pada waktu masing-masing t kemudian dibuat grafik
2.      Metode integral non grafik
Dengan cara menghitung nilai k satu per satu dengan persamaan integral orde 2 lalu mencocokan hasilnya. Jika diperoleh nilai k yang sama maka reaksi tersebut berorde 2.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar